Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat mengubah putusan terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. MKMK tidak memiliki kewenangan untuk menilai putusan MK yang dianggap bermasalah oleh para pelapor dugaan pelanggaran etik 9 hakim konstitusi. Sesuai dengan UUD 1945, putusan MK bersifat final dan mengikat.
Namun, Jimly memberikan peluang untuk menerobos ketentuan tersebut apabila ada pendapat yang rasional, logis, dan masuk akal serta dapat diterima oleh akal sehat. Namun, hal tersebut harus dibuktikan dan belum ada kesepakatan dari para anggota MK apakah mereka sudah yakin atau belum.
Jimly juga mengakui bahwa banyak masalah yang dihadapi dalam perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh sembilan hakim MK. Ada tiga jenis sanksi yang dapat diberikan kepada hakim MK jika terbukti melanggar kode etik, yaitu teguran, peringatan, dan pemberhentian. Sanksi pemberhentian dapat dilakukan baik dengan hormat maupun tidak hormat. Sedangkan dalam hal teguran, variasinya bisa bermacam-macam, mulai dari teguran biasa, teguran keras, hingga teguran sangat keras.
Jimly juga menyebut bahwa sanksi teguran merupakan sanksi paling ringan bagi hakim MK yang terbukti melanggar etik. Teguran tersebut dapat berupa teguran lisan maupun tertulis.
Sumber: VIVA.co.id