Selasa, 7 November 2023 – 22:50 WIB
Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menilai Anwar Usman tidak terbukti berbohong saat absen rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebelum memutus perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimal capres-cawapres.
“Majelis Kehormatan tidak menemukan bukti hakim terlapor telah berbohong terkait alasan ketidakhadiran dalam RPH pengambilan putusan perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023. Melainkan hakim terlapor justru tidak merasa adanya benturan kepentingan yang nyata,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November 2023.
Selain itu, Jimly mengatakan pihaknya juga tidak menemukan bukti Anwar Usman menunda pembentukan MKMK secara permanen.
“Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti berkenaan dengan motif penundaan pembentukan MKMK permanen, sehingga patut dikesampingkan,” ujar Jimly.
Sebelumnya, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 7 November 2023.
Jimly mengatakan bahwa Anwar Usman terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, yakni prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan.
Dalam penjelasannya, Jimly menyampaikan pihaknya tidak menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Anwar Usman karena merujuk peraturan MK. Dalam peraturan MK, hakim konstitusi yang diberhentikan tidak hormat karena pelanggaran kode etik dapat mengajukan banding. Majelis banding pun nantinya dibentuk berdasarkan PMK.
“Namun, dalam rekomendasi yang kami sarankan kepada MK, sebaiknya PMK-nya diperbaiki, tidak usah ada banding-banding itu, kalau memang diperlukan ya diatur UU supaya tidak jeruk makan jeruk,” ujarnya.
Jimly pun berharap putusan MKMK bisa dihormati dan dipatuhi semua pihak. Sebab, menurut dia, MKMK dibentuk resmi berdasarkan UU yang diimplementasikan dalam PMK.