Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, menganggap bahwa tindakan Istana melalui Kementerian Sekretariat Negara yang telah menolak memproses surat pengunduran diri Firli Bahuri sebagai ketua KPK adalah keputusan yang tepat. Menurut Yudi Purnomo, tindakan Firli tersebut merupakan tindakan setengah hati untuk mundur, yang bisa digunakan untuk menjebak Presiden dalam kesalahan ketika mengeluarkan keputusan presiden untuk memberhentikan Firli.
Yudi menganggap bahwa pengunduran diri Firli yang tidak diproses oleh istana, akan berdampak tidak langsung pada kasus yang menjeratnya, yaitu dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL). Selain itu, Yudi juga mendesak agar Firli tidak lagi mangkir dalam pemeriksaan tersangka yang direncanakan pekan depan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak dapat mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait pemberhentian Firli Bahuri sebagai Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena surat yang dibuat Firli tidak menyebutkan pengunduran diri, tetapi menyatakan berhenti. Menurut Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, pernyataan berhenti tidak dikenal sebagai syarat pemberhentian Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU KPK.
Artinya, Keputusan Presiden tidak bisa diproses karena Firli Bahuri tidak menyebutkan mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti, yang bukan merupakan syarat pemberhentian pimpinan KPK. Dengan demikian, Keppres pemberhentian sementara masih tetap berlaku, sampai ada proses hukum berikutnya.
Halaman Selanjutnya
“Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK belum bisa diproses lebih lanjut,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana dikutip pada Sabtu, 23 Desember 2023.