Marsekal Zhu De – prabowo2024.net

by -167 Views

Zhu De adalah seorang pemimpin militer Tiongkok yang berasal dari Sichuan. Dia adalah salah satu dari 15 bersaudara yang lahir di keluarga petani. Menurut cerita Zhu sendiri, ayahnya menenggelamkan lima saudara kandungnya karena tidak mampu memeliharanya.

Untuk keluar dari kemiskinan, Zhu diadopsi oleh seorang paman yang mendorongnya masuk ke Akademi Militer di Kunming. Di sana, Zhu mencetak prestasi dan sering dipilih untuk memimpin Taruna setiap kali ada kunjungan pejabat tinggi.

Setelah lulus, Zhu melewati fase yang sulit. Dia menggunakan bakat militernya untuk menjadi Panglima perang yang tergolong kejam dan juga kecanduan opium. Kecanduan ini membuatnya tertatih-tatih selama beberapa tahun hingga 1922.

Setelah berhasil keluar dari jeratan narkotika, Zhu berangkat ke Eropa. Di sana ia belajar taktik yang digunakan Jerman selama Perang Dunia 1. Dari Jerman, ia pergi ke Uni Soviet di mana ia belajar doktrin militer Soviet dan Marxisme.

Selama periode ini, Zhu bergabung dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Begitu kembali ke Tiongkok, dia bertemu dengan Mao Zedong, yang saat itu tengah berperang melawan kaum nasionalis Tiongkok untuk menguasai negara. Keduanya bersinergi dengan hebat, dengan Mao unggul sebagai ahli strategi dan intelektual, sementara Zhu menggunakan keahlian militernya untuk perjuangan mereka. Bersama-sama, mereka menjalankan taktik gerilya yang menyebabkan kemenangan PKT setelah Perang Dunia 2.

Pada saat kemenangan PKT, Zhu adalah pejabat tinggi di dalam partai. Dia juga komandan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) Tiongkok. Dalam peran terakhir ini, ia memimpin operasi TPR Tiongkok ke semenanjung Korea selama Perang Korea. Setelah konflik itu, ia menjadi salah satu dari sepuluh marsekal di TPR, di mana ia dianggap sebagai pendiri TPR.

Namun, pada tahun 1969 saat Revolusi Kebudayaan dimulai, Zhu diberhentikan dari posisinya. Ia diasingkan ke Guangdong. Berbagai kontribusi pentingnya bagi TPR dihapus dari buku-buku sejarah China. Zhu dihilangkan dari sejarah Tiongkok.

Namun kondisi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1973, Revolusi Kebudayaan mereda. Mao mengembalikan temannya ke Beijing dan mengangkatnya menjadi kepala negara pada tahun 1975. Zhu menjabat sebagai kepala negara selama satu tahun, sampai kematiannya pada tahun 1976.

Yang paling saya kagumi tentang Zhu adalah kontribusinya pada teori perang gerilya. Walaupun Mao lebih sering mendapat pujian untuk ini, sebenarnya Zhu lah yang memiliki pendidikan militer dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menjalankan perang gerilya. Latar belakang itulah yang digunakan Zhu untuk memimpin perang non-konvensional PKC. Strategi yang diterapkan Zhu mengilhami dan diikuti oleh puluhan gerakan gerilya dari paruh kedua abad ke-20 hingga saat ini.

Source link