Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
George Toisutta adalah lulusan Akademi Militer tahun 76. Ia berasal dari Maluku dan memiliki tubuh yang tinggi besar. Dia merupakan sosok yang besar di satuan-satuan lapangan dan satuan-satuan tempur yang membanggakan, termasuk Batalyon 744, yang terdiri dari putra-putra Timor Timur. Dari pangkat Letnan hingga Mayor, karirnya dijalani di daerah-daerah sulit. Akhirnya, dia menjadi Pangdam di Papua, di Pangdam XVII/Trikora.
Pada tahun 2009, saya sangat gembira saat mendengar dia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat. Saya anggap itu keputusan yang tepat dan terbaik oleh Presiden RI, saat itu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
Saya terkesan bahwa setelah dia menjadi bintang 4, dia tidak lupa dengan senior-seniornya. Suatu saat, saya diundang ke Markas Besar Angkatan Darat. Saya diterima olehnya sebagai KASAD, dan dia didampingi oleh asisten-asistennya.
Ketika saya masuk ke ruang KASAD, dia datang dan memeluk saya dengan kedua tangannya. Meskipun dia sangat besar, dia mengangkat saya sambil bicara keras-keras, “Ini abang saya, ini abang saya.”
Saya terharu karena meskipun dia telah mencapai pangkat dan jabatan puncak di TNI Angkatan Darat, dia masih menghormati dan memeluk saya. Dia angkat saya dan mengumumkan kepada semua bahwa dia menganggap saya sebagai abangnya. Dia bercerita, “Waktu saya dalam kesulitan, mas Bowo adalah orang yang memperhatikan dan membantu saya.”
“Saya dan istri tidak pernah lupa, bang! Apa yang abang buat.” Saya terharu dan bangga karena adik saya berhasil berprestasi dan mencapai jabatan tertinggi. Meski mereka berhasil menyalip saya dalam karier, mereka tidak lupa hubungan kita dari dulu.
Karena itu, saya selalu berusaha mengingat dan menghormati semua guru, bekas komandan, dan abang-abang saya yang telah memengaruhi dan membentuk saya sebagai prajurit dan perwira TNI.
Sumber: https://prabowosubianto.com/jenderal-tni-purn-george-toisutta/