Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Seorang pemimpin militer akan mengembangkan kepribadian dan kepemimpinannya dalam pertempuran. Saya merasa beruntung karena sebagai seorang perwira muda, saya mendapat pembinaan, penggemblengan, pengasuhan, mentorship dari banyak pelaku perang kemerdekaan dan pelaku operasi militer pada awal sejarah Republik Indonesia.
Pada masa itu, tidak ada jaminan bahwa Republik Indonesia akan bertahan. Karena tidak ada anggaran untuk pemerintah maupun untuk tentara. Kebangkitan bangsa ditentukan oleh keputusan ribuan atau puluhan ribu putra-putri Indonesia dari berbagai suku, ras, kelompok etnis, dan daerah.
Mereka dihadapkan pada pilihan antara bergabung dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan atau diam mencari keamanan tanpa risiko. Mereka memilih mempertaruhkan nyawa untuk merebut kemerdekaan sehingga kita bisa menjadi bebas dari penjajahan yang telah berlangsung selama ratusan tahun.
Mereka inilah yang dikenal sebagai angkatan ’45. Mereka adalah “generasi pembebas.” Angkatan ’45 dapat dikatakan sebagai Generasi Terbaik Indonesia.
Saya merasa beruntung bahwa sebagai anak muda, Taruna Akademi Militer, dan perwira muda, saya sempat berinteraksi dengan banyak tokoh dari angkatan ’45. Bahkan keluarga saya sendiri adalah keluarga pejuang, bagian dari angkatan ’45.
Kakek saya, Margono Djojohadikusumo, adalah orang yang dipercaya oleh Bung Karno untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan pada saat Bung Karno dan semua tokoh nasionalis pribumi ditangkap dan dibuang oleh Belanda ke luar Jawa.
Dalam komunikasi tanpa bahasa eksplisit, kakek dan nenek saya menunjukkan betapa mereka mencintai dan menghormati pengorbanan putra-putranya yang gugur untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia.
Saya lahir pada tahun 1951 atau 10 bulan setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Memori pertama saya adalah mengunjungi Taman Makam Pahlawan tempat dua paman saya dimakamkan, dan mengunjungi rumah kakek saya pada hari Minggu.
Selain tumbuh dan besar dalam keluarga pejuang kemerdekaan, saya juga beruntung sering berinteraksi langsung dengan tokoh-tokoh angkatan ’45.
Rata-rata dari angkatan ’45 ini adalah pemimpin lapangan. Masing-masing mereka telah menyumbangkan pelajaran-pelajaran berharga kepada saya tentang bagaimana seorang pemimpin militer, seorang komandan pasukan tempur, dan seorang panglima harus bertindak, bersikap, dan berperilaku.
Pada halaman-halaman berikut ini saya akan menceritakan kesan-kesan saya terhadap mereka yang saya anggap guru saya, panutan saya.