Polda Jabar Keliru Menuduh Pegi Setiawan dengan Sederet Fakta ‘Human Error’

by -52 Views

Senin, 8 Juli 2024 – 14:01 WIB

Bandung – Hakim tunggal Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung mengabulkan gugatan Praperadilan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon. Dengan putusan itu, status tersangka Pegi dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

Hakim Eman Sulaeman memutuskan, proses penetapan tersangka terhadap pemohon itu berdasarkan Surat Ketetapan nomor S.Tap/90/V/RES.1.24./2024/Ditreskrimum tanggal 21 Mei 2024 atas nama Pegi Setiawan.

Dalam penjelasannya, Hakim Eman tak sependapat dengan dalil Polda Jabar selaku termohon.

“Tentang penetapan tersangka kepada pemohon, secara yuridis tindakan termohon, hakim tak sependapat dengan dalil termohon yang berpendapat untuk menetapkan tersangka hanya dengan bukti permulaan adalah minimal dua alat bukti. Dan, tidak harus adanya pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu,” kata Eman di ruang sidang Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung, Senin 8 Juli 2024.

Eman menuturkan, pemeriksaan terhadap Pegi Setiawan juga semestinya dilakukan penyidik mulai dari statusnya sebagai saksi hingga calon tersangka. Tahapan proses hukum itu dilakukan sebagai bentuk hak asasi.

“Harus diikuti adanya pemeriksaan calon tersangka karena hal tersebut sudah tegas dan jelas termaktub dalam putusan Mahkamah Konstitusi sebagai syarat tambahan,” jelas Eman.

Selain status tersangka, Eman juga membeberkan adanya fakta ‘human error’ dalam penetapan Pegi masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron. Proses polisi itu dinilai menyimpang.

“Hakim tak sependapat dengan dalil-dalil termohon yang mengatakan tidak perlu pemanggilan terhadap pemohon. Karena menurut hakim, pemohon dan keluarga berhak mengetahui bahwa dirinya masuk dalam daftar DPO guna sebagai pembelaan diri terlebih sebagai kewajiban Polri,” ujar Eman.

Lebih lanjut, dia menyinggung Waktu penetapan status buron. Padahal, kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon terjadi pada 2016 silam.

“Menurut hakim, penetapan DPO kepada Pemohon yang terjadi antara rentan waktu 2016 sampai 2024 tidak sah menurut hukum,” ujar hakim.