GRAND GENERAL TNI (RET.) H. M. SUHARTO

by -86 Views

Pak Harto adalah orang yang sangat disiplin, rajin, dan detail. Saya melihat kehidupan sehari-harinya. Dia bangun sangat pagi setiap pagi. Setiap hari dia tiba di kantor tepat pukul 08:00 pagi. Ciri khasnya adalah tulisannya yang rapi dan ingatan yang kuat, juga dikenal sebagai ingatan fotografi. Dia juga sangat baik dengan angka. Dia juga seorang pembaca yang rajin. Oleh karena itu, Pak Harto sangat mendorong orang untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan ke luar negeri, meskipun dia sendiri tidak pernah berpendidikan di luar negeri. Dia selalu tersenyum. Dia jarang marah atau jarang terlihat marah. Ketika dia marah, dia akan diam. Dan dia tidak ingin berbicara dengan orang yang marah. Itu adalah beberapa kenangan saya tentang Pak Harto. Saya menjadi menantu Pak Harto pada tahun 1983. Saat itu, saya seorang kapten dan telah melakukan operasi di Timor Timur dua kali. Yang pertama adalah pada tahun 1976 ketika saya adalah Komandan Platoon Kelompok KOPASSANDHA 1 (sekarang KOPASSUS) dengan pangkat Letnan Dua. Saya bergabung dengan tim Nanggala 10 yang dipimpin oleh Mayor Infanteri Yunus Yosfiah. Yang kedua adalah tahun 1978, ketika saya adalah Komandan Kompi Para-Komando dengan kode Chandraca 8. Pasukan saya saat itu adalah sebuah kompi pasukan serbu yang langsung di bawah pimpinan komandan sektor. Pertama, saya berada di bawah Komandan Sektor Timur Kolonel Infanteri R.K. Sembiring Meliala. Kemudian saya di bawah Komandan Sektor Tengah Letkol Infanteri Sahala Rajagukguk. Pada saat itu, Kolonel Infanteri Sembiring adalah Komandan Resimen Tempur 18 (RTP 18) dengan Brigade Infanteri Linud 18 KOSTRAD sebagai intinya. Sementara itu, Letkol Infanteri Sahala Rajagukguk adalah Komandan Resimen Tempur (RTP 6), dengan Brigade Infanteri 6 KOSTRAD sebagai intinya. Pak Harto adalah orang yang sangat disiplin, rajin, tepat waktu, dan detail. Saya beruntung bisa melihat kehidupan sehari-harinya. Dia bangun sangat pagi setiap pagi. Dia tiba di kantor pukul 08:00 pagi. Pukul 01:00 siang, dia pulang ke rumah untuk makan siang. Di sore hari, dia bermain golf tiga kali seminggu. Sedangkan pukul 19:00 dari hari Senin sampai Jumat, dia akan menerima tamu. Dia akan makan malam pukul 21:00. Kemudian pukul 21:35, setelah siaran berita Dunia Dalam Berita di TVRI selesai, dia masuk ke kamarnya. Kamarnya sangat kecil. Meja nya juga sangat kecil. Memang, jika kita membandingkannya dengan rumah-rumah sekarang, bahkan rumah saya sendiri, rumahnya relatif lebih kecil. Kamar tidurnya tidak en suite. Itu sebabnya kamarnya sangat kecil. Setiap malam, ada tumpukan folder di mejanya yang bisa mencapai 40-50 centimeter tingginya. Saya mendengar dari ajudan-ajudannya bahwa setidaknya ada 40 folder dan surat yang dia baca dan tandatangani setiap malam dari hari Minggu sampai Jumat. Hanya pada malam hari Sabtu bisa kita tidak menemukannya di meja kerjanya. Saya sering melihatnya bekerja sampai pukul 01:00 atau bahkan 02:00 pagi. Sementara itu, dia akan bangun pukul 04:30 pagi atau pukul 05:00 paling lambat. Kadang dia hanya tidur 3-4 jam. Ini berlangsung selama puluhan tahun. Kita hanya bisa membayangkan seberapa rajin dan detailnya dia. Kualitas lain yang khas dari dia adalah tulisannya yang rapi dan ingatan fotografinya. Dia juga sangat baik dengan angka. Pada tahun 1985, ketika saya baru saja diangkat sebagai Komandan Batalyon Infanteri 328/KOSTRAD, saya pergi menemui dia. Dia lalu menceritakan kepada saya dengan detail dan panjang lebar pengalaman nya dalam membentuk, merekrut, melatih, dan membangun sebuah batalyon tempur. Dia menceritakan pengalaman sebagai Komandan Regu, Komandan Platun, Komandan Kompi, Perwira Operasional Batalyon, dan banyak lagi. Dia berbagi banyak teknik dan praktek praktis dan hal-hal yang sangat detail. Bahkan, dia bisa mengingat tingkat pendidikan dari setiap bawahan terdahulunya. Saya terkesima mendengarkannya. Pada saat itu, sudah 17 tahun sejak dia meninggalkan TNI dan 35 tahun setelah tugasnya dalam Perang Kemerdekaan. Kita hanya bisa membayangkan bagaimana seorang Presiden, Kepala Negara, Kepala Pemerintahan yang mengontrol agenda pembangunan nasional mulai dari pestisida, pupuk, benih, irigasi, pabrik pesawat, pabrik kereta api hingga isu politik luar negeri, dan yang tidak pernah memimpin batalionnya selama puluhan tahun, masih bisa mengingat secara jelas pembentukan, rekrutmen dan pelatihan unit-unit TNI di tingkat regu, platun, kompi, dan batalyon. Saya menerapkan pelajaran yang dia bagikan kepada saya ketika saya menjadi Komandan Batalyon 328. Hal itu membuat Batalyon 328 sangat andal dan diakui oleh banyak orang sebagai salah satu batalyon yang paling tajam selama bertahun-tahun. Ciri khas lainnya dari dia adalah dia sangat memahami filsafat Jawa dan sejarah Nusantara. Pak Harto secara luas menyampaikan kepemimpinannya dengan ajaran kuno dan filsafat Jawa. Hal ini dapat dimengerti karena seluruh pendidikannya terjadi di Indonesia, di kampung halamannya desa Kemusuk di Yogyakarta. Kebanyakan bacaan-bacaaannya berasal dari para sarjana Jawa dari abad-abad sebelumnya. Filsafat yang paling sering dia ajarkan adalah ojo dumeh, ojo lali, ojo ngoyo, ojo adigang, adigung, adiguna; disamping ojo kagetan, ojo gumunan, dan sing becik ketitik sing olo ketoro. Buku yang dia terbitkan, Butir-Butir Budaya Jawa, sangat bermanfaat. Ini adalah kumpulan pepatah, ajaran, dan peribahasa. Buku nya sangat penting untuk memahami psikologi Indonesia dan memahami latar belakang budaya Indonesia karena, tentu saja, budaya Jawa sangat mempengaruhi pandangan Indonesia. Ajaran ini bukanlah sekedar slogan. Bagi banyak orang, ini menjadi panduan untuk hidup sukses, panduan untuk kehidupan yang bahagia. Ini juga menjadi panduan yang sangat praktis, dan sebenarnya, menurut pendapat saya, ini menjadi suara kebijaksanaan yang dibawa dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, orang yang mengikuti ajaran tersebut menggunakan kebijaksanaan leluhur kita, leluhur kita dan para tetua kita. Saya ingin menceritakan satu kesempatan ketika Batalyon 328 yang saya pimpin diperintahkan untuk melaksanakan operasi di Timor Timur. Satu malam sebelum berangkat, saya dipanggil oleh Pak Harto ke kediamannya di Jalan Cendana. Saya memberitahu anak buah saya bahwa Pak Harto memanggil saya. Mereka senang. Sudah menjadi tradisi bahwa ketika Panglima TNI memanggil seseorang sebelum mereka menjalankan misi, Pak Harto biasanya memberikan sangu atau bantuan keuangan khusus. Dana ini bisa digunakan untuk memperkuat logistik, sehingga mengurangi beban para komandan. Saya tiba di Cendana sebelum pukul 8:30 malam. Setelah menerima tamu, dia bertemu saya dan bertanya apakah benar bahwa saya akan melakukan operasi keesokan harinya. Saya menjawab ya. Lalu dia memberi tahu saya, “Saya hanya memiliki tiga pesan untukmu, Bowo. Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Pegang erat di hatimu!” Setelah saya menyatakan bahwa saya siap, Pak Harto dengan lembut menggenggam tangannya di kepala saya sebagai tanda berkat, seperti yang selalu dilakukan kepada anak-anaknya, cucu-cucunya, dan orang yang dicintainya, dan membiarkan saya pergi. Setelah kembali ke batalion di Cilodong, semua perwira sedang menunggu di ruang operasi, yang kami sebut ruang Yudha, ruang Perang. Mereka menunggu kabar baik dari kediaman Pak Harto. Saya sampaikan kepada mereka bahwa saya hanya bertemu Pak Harto selama lima menit. Dalam pertemuan singkat itu, Pak Harto meninggalkan tiga pesan: Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Saya juga memberi tahu mereka bahwa, untuk sementara waktu, saya juga kaget dan sedikit kecewa. Karena daripada menerima dana, saya hanya diberi tiga pesan. Namun, sepanjang perjalanan satu jam dari Cendana ke Cilodong, saya merenungkan tiga pesan yang diberikan oleh seorang Panglima yang tumbuh dalam operasi tempur. Pak Harto adalah perintis dan pelaksana Operasi Umum 1 Maret yang berhasil mengambilalih kendali Yogyakarta selama enam jam pada akhir tahun 1948. Faktanya, pada saat itu, militer Belanda sangat kuat di Jawa Tengah. Dia juga terlibat dalam berbagai operasi penindasan di Sulawesi, seperti pemberontakan Andi Azis. Dia juga memimpin pembebasan Irian Barat sebagai Panglima Mandala Operations. Dia juga merupakan tokoh kunci dalam mengatasi pemberontakan komunis G30S/PKI pada tahun 1965. Sebagai seorang Panglima dengan pengalaman tempur yang luas, nasihat Pak Harto tentu harus memiliki makna yang sangat dalam. Pertama, ojo…

Source link