Kamis, 19 September 2024 – 13:46 WIB
Jakarta, VIVA – Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI) dan Periklanan menolak kebijakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.
Ketua Umum AMLI, Fabianus Bernadi menyatakan keberatan terkait pasal 449 ayat 1 (d) dalam PP 28/2024, yang melarang penempatan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, sekaligus adanya aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam draft RPMK.
Fabianus menilai bahwa ketentuan ini akan sulit diimplementasikan karena kurangnya kejelasan definisi mengenai satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta potensi timbulnya pemahaman yang berbeda di masyarakat, penegak hukum, dan pelaku usaha.
“Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek akan memperparah kondisi akibat ancaman penurunan permintaan iklan brand produk tembakau pada Media Luar-Griya,” ujar Fabianus dalam siaran pers kepada VIVA Kamis, 19 September 2024.
Dia mengungkapkan hasil survei yang melibatkan 57 perusahaan dari 29 kota dan daerah di Indonesia terkait dampak kebijakan inisiatif Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut. Sebanyak 86% perusahaan media luar-griya diperkirakan akan terdampak oleh PP No. 28/2024, terutama karena pengiklan rokok merupakan sponsor utama dalam industri ini akan dibatasi secara ketat.
Dampak dari peraturan baru ini diperkirakan sebanyak 44% perusahaan Media Luar-Griya terancam gulung tikar akibat penurunan pendapatan signifikan dari iklan sponsor rokok. Selain itu, 59% lebih dari tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, berisiko terkena pemutusan hubungan kerja.
“Dikhawatirkan dampak ini akan menyebabkan PHK massal dan potensi kebangkrutan yang dapat memperburuk kondisi ekonomi di sektor ini. Pendapatan mereka diperkirakan akan menurun,” kata dia.
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto menyoroti pemberlakuan pasal 449 ayat 2 dalam PP 28/2024 mengenai larangan tayang iklan produk tembakau pada Media Luar-Griya videotron dari pukul 22.00 hingga 05.00 waktu setempat.
Berdasarkan beberapa peraturan daerah (perda), terutama videotron diluar Jabodetabek telah berhenti beroperasi pada waktu tersebut, sehingga, kata dia, ketentuan ini pada praktiknya sama dengan larangan total iklan produk tembakau.
DPI juga mengusulkan agar pasal-pasal terkait standarisasi kemasan, tulisan, dan desain kemasan produk tembakau dan rokok elektronik yang mengatur kemasan polos dalam RPMK dihapus. Kemasan rokok polos tanpa merek akan menghilangkan identitas brand dan mengurangi efektivitas promosi produk, karena semua produk akan terlihat serupa tanpa ada perbedaan yang jelas.
Sebagai pemangku kepentingan yang terdampak, DPI bersama Industri Kreatif dan Periklanan menegaskan bahwa iklan produk tembakau berkontribusi signifikan terhadap keberlangsungan usaha dan pendapatan daerah.
“Kami meminta Kebijaksanaan Pemerintah dalam menyusun Peraturan yang adil dan sesuai dengan kondisi lapangan,” tutur Janoe.