Pemerintah Indonesia telah mendirikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sebagai langkah percepatan untuk mengatasi paradoks yang merajalela di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar, seperti deposit nikel terbesar di dunia dan posisi sebagai pasar sawit dunia, namun masih terdapat ketimpangan yang perlu segera diselesaikan.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk mengakhiri paradoks tersebut melalui fokus pada penguasaan sumber daya alam sesuai dengan mandat Pasal 33 UUD 1945. Dengan kehadiran Danantara sebagai lembaga investasi baru, Indonesia berharap dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam, meningkatkan nilai tambah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Melalui konsolidasi kekayaan negara dan kekuatan lewat Danantara, diharapkan pembangunan sektor strategis seperti industri hilirisasi nikel, pengembangan kecerdasan buatan, dan pembangunan kilang minyak dapat dipercepat. Dengan aset senilai Rp14 triliun yang dikelola oleh Danantara, Indonesia menatap masa depan untuk menjadi negara maju dengan kesejahteraan merata pada tahun Emas 2045.
Peluncuran Danantara sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-80 Indonesia bertujuan bukan hanya sebagai pengelola investasi, tetapi juga sebagai pendorong utama dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Hilirisasi sumber daya alam dianggap sebagai kunci menuju kemajuan yang lebih baik dan percepatan pembangunan yang signifikan, sebagai langkah konkret Indonesia untuk mengakhiri paradoks yang telah lama menjadi persoalan nasional.