Indonesia Digital and Cyber Institute (IDCI) menyoroti revisi UU TNI yang telah disahkan oleh DPR RI menjadi UU TNI baru-baru ini. Revisi ini menempatkan TNI hanya sebagai ‘pembantu’ dalam pertahanan siber. Menurut Direktur Eksekutif IDCI, Yayang Ruzaldy, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 30 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan. UU no.3 tahun 2002 dan UU no. 34 tahun 2004 juga menetapkan TNI sebagai komponen utama untuk menghadapi ancaman militer.
Yayang juga menegaskan bahwa ancaman siber saat ini harus dianggap sebagai bagian dari pertahanan nasional dan TNI harus bertanggung jawab penuh dalam menjaga kedaulatan negara. Menempatkan TNI hanya sebagai ‘membantu’ dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan strategis Indonesia di tengah transformasi global. Ancaman siber saat ini telah menyerupai karakteristik peperangan modern seperti sabotase digital, pencurian intelijen, dan konflik geopolitik.
IDCI menilai bahwa tanpa kepemimpinan militer, akan sulit merespons serangan siber dengan cepat dan efektif. Oleh karena itu, IDCI merekomendasikan koreksi langkah ke depan agar Indonesia tidak menghadapi krisis kepercayaan institusional dalam sistem pertahanan siber.
Langkah-langkah ke depan yang disarankan IDCI termasuk mengatur secara eksplisit dalam UU TNI bahwa pertahanan siber adalah tugas pokok TNI, mendirikan Komando Siber Nasional di bawah TNI, dan mengintegrasikan doktrin active cyber defense dalam sistem pertahanan nasional. Dengan pendekatan ini, Indonesia diharapkan dapat tidak hanya bertahan, namun juga merespons dan menindak pelaku serangan digital secara proporsional.