Sebuah pagi di sebuah sekolah di kecamatan Tambolaka, barat daya Sumba, Nusa Tenggara Timur, menghadirkan adegan yang mengharukan dan tak biasa. Seorang orangtua hadir dengan penuh kesabaran, bukan untuk pertemuan dengan guru atau acara sekolah, tetapi hanya untuk menyampaikan rasa terima kasih. Mereka datang atas kemauan sendiri, tergerak oleh rasa terima kasih yang mendalam. Anak-anak mereka, yang sebelumnya sering datang ke sekolah dalam keadaan lapar, kini belajar dengan perut kenyang dan semangat yang baru.
Kisah ini dipaparkan oleh Christian Chandralitya Reski Leteboro, Kepala Unit Layanan Gizi (SPPG) Tambolaka, yang turut menyaksikan momen tersebut secara langsung. “Ada saat di mana seorang orangtua menunggu di sebuah sekolah SPPG hanya untuk menyatakan rasa terima kasih kepada kami,” kenang Christian. “Mereka menyampaikan bahwa anak-anak mereka kini mendapatkan makanan bergizi setiap harinya, makanan yang memiliki nutrisi cukup untuk mendukung pertumbuhan mereka, baik laki-laki maupun perempuan.”
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di barat daya Sumba memberikan dampak yang mendalam, tidak hanya pada para siswa yang kini lebih bersemangat menghadiri sekolah, tetapi juga pada orangtua yang telah berjuang lama dalam menyediakan makanan di tengah kondisi ekonomi sulit. “Kami sungguh tersentuh,” ungkap Christian, menggambarkan reaksi timnya. “Antusiasme dan apresiasi dari orangtua benar-benar menunjukkan seberapa besar program ini membantu mereka.”
Saat ini, dapur SPPG melayani 11 sekolah dan satu posyandu setiap harinya. Namun, program ini lebih dari sekadar penyaluran makanan kepada anak-anak, melainkan mencerminkan perhatian mendalam terhadap kesejahteraan mereka. Setiap hidangan disiapkan dengan teliti mengandung nutrisi yang tepat untuk mendukung pertumbuhan dan kemampuan belajar anak-anak.
Dampak positifnya mulai terlihat. “Anak-anak lebih berpartisipasi di kelas, lebih aktif dalam kegiatan sekolah, dan menghadiri sekolah dengan lebih teratur,” catat Christian. Dampak psikologisnya juga signifikan. Perhatian yang diberikan melalui makanan sederhana ini telah mengubah sikap terhadap pendidikan. “Kehadiran siswa sebelumnya rendah, tetapi sekarang dengan program makanan, anak-anak bahkan tidak ingin melewatkan satu hari pun.”
Bagi banyak keluarga, program MBG bukan sekadar bantuan, melainkan menjadi tali kehidupan. Rasa terima kasih dari orangtua bukanlah sekadar ucapan sopan, melainkan pengingat tulus akan dampak nyata kebijakan seperti ini dalam kehidupan mereka. Melalui tunggu diam seorang orangtua di gerbang sekolah, pesannya jelas: makanan ini adalah harapan nyata di tengah kesulitan yang dihadapi.