Konflik antara Pemerintah Indonesia dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah salah satu isu yang membutuhkan penanganan khusus. Pendekatan intelijen memegang peranan penting dalam penanganan konflik tersebut.
Gerakan separatis OPM telah menjadi masalah yang sulit bagi pemerintah selama beberapa dekade. Konflik ini tidak hanya bersifat militer, tetapi juga sosial, ekonomi, dan budaya.
Intelijen juga memainkan peran kunci dalam pemahaman dan penanganan konflik, termasuk di Papua. Berbeda dari pendekatan militer, pendekatan intelijen yang efektif harus melibatkan pemahaman mendalam tentang kondisi sosial dan budaya lokal.
Salah satu langkah yang diambil adalah dengan melakukan dialog dengan tokoh masyarakat dan pemimpin lokal untuk memahami akar permasalahan dan merangkul aspirasi masyarakat.
Sebuah contoh keberhasilan operasi intelijen di Papua terjadi pada tahun 2017. TNI menerapkan pendekatan yang lebih humanis dan dialogis saat ketegangan dengan OPM meningkat.
Melalui dialog intensif dan pendekatan humanis, 77 anggota OPM secara sadar memilih untuk kembali ke NKRI. Hal ini menunjukkan bahwa dialog dan komunikasi efektif lebih baik daripada kekerasan.
Berhasilnya operasi ini merupakan operasi penggalangan terbesar yang pernah dilakukan di Papua. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran I Nyoman Cantiasa, yang kini menjabat sebagai Wakil Kepala BIN.
Broto Wardoyo, seorang dosen kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, menekankan pentingnya penggalangan dalam kerja intelijen. Keberhasilan menggalang anggota OPM menunjukkan kapasitas yang baik dalam kerja intelijen.
Menurut Broto, pengalaman sukses ini harus dijadikan contoh untuk penanganan konflik di tempat lain, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Pendekatan damai dan inklusif seringkali lebih efektif dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas jangka panjang.
Sumber: https://bukamata.id/77-anggota-opm-kembali-ke-nkri-pendekatan-intelijen-humanis-kunci-tangani-konflik-papua/