Kementerian Perlu Mengedepankan Kebijakan Satu Peta Tanpa Ego

by -864 Views

Minggu, 13 Juli 2024 – 03:04 WIB

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menilai ego sektoral masih menjadi salah satu tantangan utama dalam percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy. Makanya, ia menekankan pentingnya Kementerian/Lembaga bekerjasama untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan tumpang tindih lahan di lapangan karena penting bagi kawasan hutan dan kawasan di luar hutan.

“Saya mohon dengan sangat antara kementerian dengan lembaga, antara pusat dan daerah untuk menanggalkan egonya masing-masing,” ujar Moeldoko pada kegiatan One Map Policy Summit 2024 di Jakarta dikutip pada Jumat, 12 Juli 2024.

Diketahui, Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy merupakan sebuah arahan strategis untuk mewujudkan satu peta nasional yang akurat, terintegrasi, dan menjadi dasar bagi pengambilan keputusan yang tepat dan akuntabel dalam mempercepat pembangunan nasional. Kebijakan Satu Peta diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.

Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Satuan Tugas Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK, mengawal ketat Kebijakan Satu Peta melalui monitoring dan evaluasi rencana aksi.

Ia pun mengapresiasi Kemenko Perekonomian yang telah menindaklanjuti rencana aksi tersebut dengan pelaksanaan teknis di lapangan melalui proyek-proyek percontohan di beberapa daerah, seperti Kotawaringin Baru dan Pasuruan.

Hasilnya, lanjut dia, selama 2019 hingga 2024 terjadi penurunan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang (tumpang tindih) secara siginifikan yakni dari 77,38 juta hektare atau 40,6 persen dari luas daratan nasional menjadi 57,41 juta hektare atau 30,1 persen dari luas daratan nasional. “Proyek percontohan ini bisa jadi tolok ukur bagi daerah lainnya,” ucapnya.

Moeldoko menyampaikan tiga gagasannya untuk percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. Pertama, pemanfaatan Geoportal Satu Peta untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih tata ruang, kawasan hutan, batas wilayah, izin, dan hak atas tanah, khususnya dalam Proyek Strategis Nasional. “Sehingga perselisihan terkait peta yang digunakan bisa diminimalisir,” terangnya.

Kedua, tambah Moeldoko, melakukan integrasi data agar tidak terjadi lagi tumpang tindih data dan tercipta perencanaan yang efektif bagi pelaksanaan suatu program. Ketiga, keterlibatan publik dari lembaga non-pemerintah seperti akademisi, masyarakat sipil, dan asosiasi bisnis. “Khususnya dalam konteks penyelesaian konflik pertanahan, bisnis, dan investasi,” kata dia.