Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam mengirimkan siswa nakal ke barak militer telah menimbulkan perdebatan yang cukup intens. Banyak pihak mengkritik kebijakan ini karena dianggap bukan sebagai solusi yang tepat. Praktisi hukum, Agung Wahyu Ashari, menegaskan bahwa langkah yang diambil oleh Dedi Mulyadi berpotensi menyebabkan gangguan psikologis pada anak-anak. Menurutnya, seharusnya gubernur memberikan fasilitas dan layanan konselor sebagai langkah preventif, bukan hanya memberikan predikat “anak nakal” kepada siswa.
Agung juga menyoroti bahwa pembinaan karakter siswa seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis dan tidak merampas hak-hak anak. Menurutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu menjaga hak perlindungan anak dan memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil menghormati hak asasi setiap anak. Meskipun demikian, Agung memberikan apresiasi terhadap usaha Dedi Mulyadi dalam membina siswa nakal tersebut, dan berharap agar sanksi yang diberikan dapat lebih bersifat pendidikan dan ramah terhadap anak.
Kebijakan Dedi Mulyadi untuk “menyekolahkan” siswa bermasalah di barak militer menuai pro dan kontra. Diketahui bahwa program pendidikan karakter ini akan dilaksanakan bekerja sama dengan TNI dan Polri, dimulai dari wilayah yang dianggap rawan. Siswa yang terlibat dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua, dengan fokus pada siswa yang sulit dibina atau terlibat dalam pergaulan bebas atau tindakan kriminal. Mereka akan dibina selama enam bulan di barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI, tanpa mengikuti pendidikan formal di sekolah.