Pakar Politik, Ikrar Nusa Bakti, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak independen dalam menangani sengketa Pemilu 2024. Ia menyatakan bahwa MK telah menerima permohonan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berkaitan dengan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Menurut Ikrar, MK adalah lembaga pengadilan tertinggi yang memutuskan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi (UUD RI 1945) atau tidak. MK juga bertugas mengadili kasus-kasus yang terkait dengan sengketa pemilu presiden, pemilu legislatif, DPD, dan kepala daerah. Ia khawatir bahwa jika keputusan MK tentang siapa yang menjadi calon presiden/wakil presiden dipertanyakan banyak orang, maka bagaimana MK dapat dipercaya untuk memutuskan kasus-kasus pemilu di masa depan.
Ikrar juga menyebut bahwa banyak pakar hukum yang mempertanyakan keputusan MK tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Ia mengungkapkan keheranannya mengapa gugatan yang sama sebelumnya ditolak, namun gugatan terkait umur calon presiden/wakil presiden yang baru-baru ini diputuskan oleh MK diterima. Menurut Ikrar, jika isi gugatan tersebut berasal dari mahasiswa, apakah mereka benar-benar ingin menjadi wakil presiden? Ia menyebut hal ini tidak masuk akal.
Ia juga menyoroti bahwa putusan MK yang mengabulkan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden tersebut dapat disebabkan oleh kepentingan politik yang menginginkan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon Presiden dalam Pemilu 2024. Gibran yang merupakan putra sulung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memenuhi syarat minimal usia 40 tahun. Namun, MK memutuskan bahwa batas usia calon presiden dan wakil presiden tetap 40 tahun, kecuali jika yang bersangkutan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Ikrar juga menyoroti hubungan keluarga antara Ketua MK, Anwar Usman, dengan Gibran, yang merupakan paman dari Gibran.
Ikrar berharap agar demokrasi di Indonesia semakin matang dan dapat dicapai dalam Pemilu kesembilan sejak reformasi. Pemilu 2024 merupakan pemilu keenam sejak reformasi. Ikrar mengungkapkan bahwa akan ada tiga pemilu lagi sehingga demokrasi di Indonesia dapat benar-benar bersifat substansial dan matang.
Ikrar menegaskan bahwa pandangannya ini bukan berarti menentang Presiden Jokowi. Namun, ia ingin menyadarkan bahwa menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden bukanlah hal yang sederhana, terlebih lagi jika ayahnya masih menjabat sebagai Kepala Negara. Ia mengungkapkan bahwa demokrasi akan sangat mundur jika pada pemilu keenam ini terdapat pemaksaan anak presiden sebagai calon wakil presiden. Ia mengingatkan bahwa saat masa sebelum reformasi, Soeharto pun tidak pernah mengajukan anaknya sebagai calon presiden atau wakil presiden. Ikrar berharap agar Presiden Jokowi sadar akan hal ini.
Sebagai informasi, MK telah mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru RE A, terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa batas usia calon presiden dan calon wakil presiden tetap 40 tahun, kecuali jika yang bersangkutan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.