Greenpeace baru-baru ini melakukan investigasi terkait hasil tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hasil investigasi tersebut mengungkap bahwa nikel dari daerah tersebut diduga telah digunakan dalam kendaraan listrik oleh produsen besar seperti Hyundai, Tesla, BYD, BMW, dan Mercedes-Benz. Hal ini menimbulkan dilema antara transisi energi dan kerusakan lingkungan yang tidak terhindarkan.
Dalam temuan investigatifnya, Greenpeace menyebutkan bahwa PT GAK, sebuah perusahaan tambang nikel, telah melakukan pengapalan nikel dari Raja Ampat ke Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera Tengah. Di IWIP, nikel tersebut diproses oleh berbagai perusahaan termasuk Youshan Nickel Indonesia, yang merupakan hasil patungan antara PT Tsingshan dan grup Huayou dari Tiongkok. Greenpeace juga mencatat bahwa nikel dari Raja Ampat telah mencapai berbagai produsen terkemuka seperti Toyota, Honda, Nissan, dan masih banyak lagi.
Selain PT GAK, perusahaan lain seperti PT KW dan perusahaan tambang di Manuran juga terlibat dalam aktivitas pengapalan dan pengangkutan nikel. Meskipun beberapa izin usaha pertambangan di Raja Ampat telah dicabut, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas tambang nikel di daerah tersebut. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa sebagian izin diterbitkan sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark.
Hal ini memunculkan kekhawatiran terkait pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di daerah sensitif seperti Raja Ampat, di mana deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam terjadi bersamaan dengan upaya global menuju mobil listrik. Adanya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan LSM seperti Greenpeace diharapkan dapat membantu menyeimbangkan antara transisi energi dan perlindungan lingkungan untuk masa depan yang berkelanjutan.