Pergerakan netizen yang kritis dalam berbagai gerakan seperti Peringatan Darurat, Indonesia Gelap, dan 17 + 8 harus dipahami dengan jelas oleh semua pihak karena merupakan dinamika yang multidimensi. Beberapa kebijakan yang tidak sesuai harapan dapat menjadi penyebab keresahan rakyat, namun juga terdapat kekuatan yang tidak bertanggung jawab yang mencoba memanfaatkan gerakan tersebut.
Menurut Haryo Moerdaning Putro, seorang pakar strategi kampanye digital, media sosial telah membuka ruang partisipasi publik yang sebelumnya tidak pernah ada, memfasilitasi lahirnya gerakan massa di ranah digital. Namun, dari hasil riset dan sosial media listening yang dilakukannya, terdapat potensi ancaman dari pihak-pihak dengan ideologi radikal yang mencoba memasukkan ideologi tersebut ke dalam gerakan rakyat.
Haryo menekankan pentingnya pemahaman yang jelas dan hati-hati terhadap perkembangan dunia digital, termasuk pengaruh algoritma platform, kreator konten, influencer, clipper, dan berbagai pihak lainnya yang memiliki agenda masing-masing. Semua pihak, baik gerakan massa, pemerintah, aparat penegak hukum, maupun netizen harus waspada terhadap upaya memanfaatkan kekuatan digital untuk mengendalikan tren, persepsi, dan diskursus masyarakat secara umum.
Perlu adanya kapasitas yang dibangun oleh semua pihak untuk dapat memilah informasi yang ada di media sosial dengan tepat, karena tidak semua gerakan kritis ditunggangi dan tidak semua gerakan murni. Kewaspadaan dan pemahaman yang benar sangat diperlukan agar gerakan yang murni untuk kepentingan bangsa tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang tidak kondusif.





