Mahkamah Konstitusi Tegaskan Tidak Memiliki Kewenangan untuk Mengubah Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Batas Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden

by -194 Views

Selasa, 7 November 2023 – 20:01 WIB

Jakarta– Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menegaskan pihaknya tidak berwenang menilai putusan MK 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan uji materi Pasal 169 huruf q dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MKMK hanya berwenang memutuskan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

“Bahwa meskipun kewenangan Majelis Kehormatan menjangkau dan mencakup segala upaya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta kode etik dan perilaku hakim konstitusi, tidak terdapat kewenangan Majelis Kehormatan untuk melakukan penilaian hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, terlebih lagi turut mempersoalkan perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu putusan Mahkamah Konstitusi,” kata anggota MKMK Wahiduddin Adams dalam sidang, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November 2023.

Ia mengatakan, jika MKMK menyatakan berwenang dalam melakukan penilaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, maka pada saat bersamaan, Majelis Kehormatan bukan sedang menjalankan upaya menjaga dan menegakkan kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Selain itu, Wahid mengatakan MKMK bakal melampaui kewenangan dengan mendudukkan Majelis Kehormatan seakan memiliki superioritas legal tertentu terhadap Mahkamah Konstitusi.

“Bahwa posisi Majelis Kehormatan dengan superioritas legal tertentu ada Mahkamah Konstitusi tersebut akan sama artinya dengan Majelis Kehormatan melecehkan prinsip kemerdekaan yang melekat pada Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sekaligus melabrak sifat final dan mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Dalam kesimpulannya, MKMK menyatakan tidak berwenang menilai putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres. Diketahui, dalam putusan itu warga Indonesia yang berusia di bawah 40 tahun dapat menjadi capres atau cawapres pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu/Pilkada.

“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.

Sebagai informasi, Anwar Usman dijatuhkan sanksi berat karena dianggap melakukan pelanggaran berat kode etik sebagai hakim konstitusi berdasarkan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. “Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” ujarnya.

Sejumlah pihak selaku pelapor antara lain praktisi hukum Denny Indrayana, Perhimpunan Pemuda Madani, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, dan LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan hingga beberapa guru besar dan pengajar hukum.