Mahfud: Pemerintah Belum Menyetujui Revisi UU MK, Minta DPR Tidak Menyetujuinya Terlebih Dahulu

by -125 Views

Senin, 4 Desember 2023 – 15:34 WIB

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD, mengatakan bahwa pemerintah belum menyetujui usulan revisi Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tentang perubahan RUU tentang perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2023 tentang MK yang sekarang menjadi berita pemerintah belum menyetujui terhadap RUU itu. Itu benar, kami belum menyetujui dan secara teknis prosedural belum ada keputusan rapat tingkat satu,” kata Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam RI, Jakarta Pusat, Senin, 4 Desember 2023.

Ia menjelaskan bahwa salah satu alasan pemerintah belum menyetujui UU revisi tersebut adalah peralihan masa jabatan hakim konstitusi 10 tahun dan maksimal pensiun 70 tahun. Pemerintah, kata dia, belum menandatangani perubahan RUU itu.

“Waktu itu pemerintah belum tanda tangan karena kita masih keberatan terhadap aturan peralihan. Masa jabatan hakim MK 10 tahun dan maksimal pensiun 70 tahun itu kan aturan peralihannya,” kata Mahfud.

Mahfud menegaskan bahwa pemerintah ingin jabatan hakim konstitusi yang saat ini masih menjabat dihabiskan terlebih dahulu masa jabatannya. Hal itu sesuai dengan Surat Keputusan (SK) pengangkatannya.

“Itu kan aturan peralihannya isinya bagi mereka yang sudah lebih dari 5 tahun dan jabatannya sedang berkelanjutan, itu bagi kita dikembalikan ke SK pengangkatannya yang pertama, yang berlaku sesuai undang-undang, artinya dihabiskan dulu masa kedua itu,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, mengatakan Revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (UU MKRI) akan segera dirampungkan. Dia berharap revisi UU MK itu bisa rampung di masa sidang ini.

Terdapat empat poin materi perubahan UU MK yang diusulkan oleh DPR, yakni mulai dari syarat batas usia minimal hakim konstitusi dari semula 40 tahun, dalam rancangan revisi syaratnya diubah menjadi 50 tahun.

Sementara, materi kedua yakni evaluasi hakim konstitusi yang bisa dilaksanakan oleh pengangkat masing-masing lembaga baik Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR RI.

Pun, untuk materi ketiga ihwal revisi keanggotaan Majelis Kehormatan yang diisi oleh hakim aktif MK. Materi keempat mengenai peralihan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK dengan dalih latar belakang putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020.

Bambang Pacul membantah revisi UU MK menyusul adanya putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres dalam UU Pemilu. Ia mengklaim proses revisi UU MK telah dilaksanakan sejak lama sebelum putusan nomor 90 tersebut keluar. “Tidak menyangkut hal tersebut,” ujarnya.

Pacul meminta masyarakat tak khawatir dengan revisi UU MK. Menurut Politikus PDIP itu, justru masyarakat perlu khawatir kepada pihak-pihak yang dapat mengangkat hakim MK, yakni presiden, Mahkamah Agung, dan DPR.

“Yang perlu dikhawatirkan adalah evaluasi tiap lima tahun oleh para pengusul hakim MK,” imbuhnya.

Revisi UU MK tengah jadi perhatian karena upaya itu dilakukan jelang Pemilu 2024. Ada keraguan upaya revisi tak bisa membenahi citra MK yang sudah merosot di mata publik.